http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/blog/2013/12/17/pengumuman-hasil-tkd-cpns-direktorat-jenderal-kebudayaan-kemendikbud/
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah merupakan salah satu UPT dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang memiliki tugas di bidang pelestarian cagar budaya di wilayah Jawa Tengah. Kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah beralamat di Jl. Manisrenggo Km. 1 Prambanan, Klaten 57454 Telepon / Fax 0274 - 496413
Rabu, 18 Desember 2013
PELAKSANAAN TES KOMPETENSI BIDANG (TKB) PENGADAAN CPNS DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN TAHUN 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Silahkan klik di bawah ini untuk keterangan lengkap dan detail seputar penerimaan CPNS di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/blog/2013/12/17/pengumuman-hasil-tkd-cpns-direktorat-jenderal-kebudayaan-kemendikbud/
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/blog/2013/12/17/pengumuman-hasil-tkd-cpns-direktorat-jenderal-kebudayaan-kemendikbud/
Senin, 30 September 2013
PENERIMAAN CPNS DITJEN KEBUDAYAAN TAHUN 2013
Penerimaan CPNS Ditjen Kebudayaan dapat diakses di :
http://kebudayaan.kemdikbud. go.id/berita-utama/revisi- pengumuman-seleksi-cpns-dan- persyaratan-khusus-ditjen- kebudayaan/
http://cpns.kemdikbud.go.id/ index-2.html
http://kebudayaan.kemdikbud.
http://cpns.kemdikbud.go.id/
Rabu, 18 September 2013
Jumat, 26 Juli 2013
PELESTARIAN CAGAR BUDAYA
abstrak
Oleh :
Wahyu Kristanto, S.S.
Pokja Publikasi & Pemanfaatan
Balai Pelestarian
Cagar Budaya Jawa Tengah
A. PENDAHULUAN
Pasal 1 Ayat 22 UNDANG - UNDANG RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya menyebutkan bahwa pengertian pelestarian adalah upaya dinamis untuk
mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya, dengan cara melindungi,
mengembangkan, dan memanfaatkannya. Pelestarian dapat berupa pembangunan atau
pengembangan dengan melakukan upaya preservasi, restorasi, replikasi,
rekonstruksi, rehabilitasi, atau revitalisasi suatu aset masa lalu.
Keterlibatan masyarakat dalam pelestarian warian budaya sebagaimana tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya menjadi keharusan
dan diharapkan menjadi energi baru dalam pelestarian warisan budaya yang selama
ini ‘didominasi’ oleh pemerintah. Perlunya pelestarian cagar budaya (baca:
warisan budaya yang bersifat kebendaan atau bendawi /r agawi atau berwujud)
sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang hal ini tidak terlepas dari arti penting
warisan budaya bangsa yaitu sebagai rekaman dasar dan pengikat nilai sekaligus
sebagai bukti dari pemikiran dan aktivitas manusia di masa sebelumnya. Sebagai
rekaman dasar tentunya warisan budaya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
menggali ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan serta dapat berdampak pada
bidang ekonomi dan pariwisata. Sementara itu ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Cerdas, tetapi juga memiliki
karakter dan dapat digunakan dalam rangka memperkokoh jati diri bangsa yang
berkaitan dengan meningkatknya harkat dan martabat bangsa.
B. PENGERTIAN CAGAR BUDAYA
Pengertian Cagar Budaya dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2010 pasal 1
point 1 dikatakan bahwa “Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan
berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs
Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan”. Ada empat hal penting yang
melekat dan menjadi titik penekanan tentang cagar budaya sebagaimana terdapat
dalam definisi cagar budaya yaitu warisan budaya yang bersifat kebendaan (tangible),
perlu dilestarikan, memiliki nilai penting dan proses penetapan.
Selanjutnya, untuk dapat memahami cagar budaya maka perlu
disampaikan kriteria cagar budaya sebagi
berikut :
a.
Berusia 50 tahun atau lebih;
b.
Mewakili masa gaya
paling singkat berusia 50 tahun;
c.
memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau
kebudayaan; dan
d.
memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian
bangsa.
C.
PEMANFAATAN
CAGAR BUDAYA
Bangsa yang cerdas tentu akan dapat memanfaatkan setiap peluang yang ada
dan mengembangkannya untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Atas dasar
inilah maka cagar budaya penting untuk dilestarikan dan dikelola secara tepat
melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan
kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana
menjadi roh dalam Undang - Undang RI RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Hal baru secara
ideologi dari unsur pelestrian berbasis Undang - Undang RI No. 11 Tahun 2010 adalah
penambahan unsur ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat setempat tempat cagar
budaya berada. Cagar budaya tidak boleh “diotak-atik”, tapi dapat dikembangkan
untuk kesejahteraan masyarakat setempat. Cagar budaya bisa
dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah yang bisa diandalkan.
D.
PELESTARIAN CAGAR BUDAYA
Undang – Undang
RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya merupakan hasil revisi Undang – Undang RI No. 5 Tahun 1992 tentang Benda
Cagar Budaya. Adanya revisi ini diharapkan bisa membenahi pelestarian cagar
budaya di tanah air. Undang – Undang RI No. 5 tahun 1992 masih bersifat
sentral, artinya kewajiban pelestarian cagar budaya masih menjadi kewajiban
pemerintah. Namun kini, Undang - Undang RI tersebut telah direvisi melalui Undang
- Undang RI nomor 11 tahun 2010 yang mengatur bahwa setiap individu wajib untuk
melindungi cagar budaya yang ada. Dengan demikian akan lebih mendorong
munculnya partisipasi masyarakat dalam melestarikan cagar budaya.
Pelestarian
Cagar Budaya merupakan upaya dinamis mempertahankan
keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi,
mengembangkan dan memanfaatkan. Adapun tujuan pelestarian Cagar Budaya dapat
disampaikan sebagai berikut :
•
Melestarikan
warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia
•
Meningkatkan
harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya
•
Memperkuat
kepribadian bangsa
•
Meningkatkan
kesejahteraan rakyat
•
Mempromosikan
warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional
Pelestarian Cagar Budaya dalam perjalanannya tentunya akan menghadapi ancaman
baik yang disebabkan faktor alam dan manusia. Kerusakan yang diakibatkan oleh alam misalnya karena pengaruh cuaca
dan juga bencana alam, banjir, tanah lonsor, gempa, letusan gunung berapi dan
lain sebagainya. Sedangkan kerusakan
dan pelanggaran Cagar Budaya akibat ulah manusia misalnya berupa vandalisme, pencurian dan
perusakan. Pelanggaran terhadap cagar
budaya karena ulah manusia tentunya dikenai sanksi sesuai bobot pelanggaran. Undang-undang
RI No. 11 Tahun 2010 yang menggantikan Undang - Undang RI No. 5 Tahun 1992 bersifat
lebih tegas terhadap mereka yang melakukan pelanggaran terhadap upaya
pelestarian cagar budaya. Mereka yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap
cagar budaya diganjar pidana kurungan dan atau denda yang masing-masing besaran
sanksi hukuman sesuai tingkat pelanggarannya.
E. PENUTUP
Melestarikan Cagar Budaya
bukan tanggung jawab pemerintah saja melainkan menjadi tanggung jawab SELURUH
WARGA NEGARA. Untuk itu, mari
bersama melestarikan Cagar Budaya sebagai cermin Jati diri Bangsa untuk
meningkatkan harkat martabat bangsa dan kesejahteraan masyarakat !
SELAMAT
MELESTARIKAN dan Memanfaatkan CAGAR BUDAYA Untuk Kesejahteraan Masyarakat
Indonesia !
RIWAYAT LAHIRNYA LEMBAGA PURBAKALA
Sejarah berdirinya Balai Pelestarian Cagar Budaya dimulai dengan
didirikannya lembaga kebudayaan pertama di Indonesia oleh kaum terpelajar di Jakarta
dengan nama Bataviaash Genootschap van kunsten en wetenchapen
pada tahun 1878.
Tahun 1882, kegiatan kepurbakalaan ditangani oleh Comisie
tot het Opsporen Verzamelen en Bewaen van Oudheidkundige Voorwerpen dan
mengalami perkembangan pesat dalam bidang penelitian, observasi, penggambaran,
ekskavasi, pemeliharaan, pengamanan, pendokumentasian, dan pemugaran bangunan
kuno di Indonesia. Selanjutnya, tahun 1885, didirikan lembaga swasta bernama
Archeologische Vereeniging yang diketuai oleh Ir J.W ijzerman.
Lembaga ini melaksanakan tugas hingga tahun 1902 yang dilanjutkan dengan
pendirian Commisise in Nederlandsch-Indie voor Oudheidkundige Onderzoenk
op Java en Madoera sebagai badan yang menangani kekunaan di jawa dan
Madura diketuai oleh Dr. J.LA. Brandes. Komisi ini berubah
menjadi Oudheidkundige Dienst in Nederlansch-indie pada tahun
1913 dipimpin oleh N.J Krom dan dilanjutkan oleh F.D.K Bosch tahun
1926 sampai dengan 1936.
Tahun1931,Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch-Indie
mengelurakan Undang-undang tentang penanganan peninggalan purbakala, yaitu Monumenten Ordonantie Staatsblad
No. 238 Tahun 1931. Dengan adanya undang-undang tersebut, pengawasan dan
perlindungan peninggalan purbakala, mempunyai kepastian hukum.
Tahun 1936, nama Oudheidkundige
Dienst berubah menjadi Jawatan Purbakala dan dipimpin oleh Dr. W.F.
Stutterheim. Beberapa bidang baru dikembangkan, antara lain keramologi, sejarah
kesenian, dan arkeologi kimia.
Tanggal 18 Maret 1942, Jepang mengambil alih kekuasaan atas Indonesia
dari Belanda, sejak itu pula kantor Jawatan Purbakala diambil alih oleh Jepang
dan berubah nama menjadi Kantor Urusan Barang-Barang Purbakala. Bulan Juli 1947
Kantor Urusan Barang-Barang Purbakala diambil alih oleh Belanda dan dipimpin
oleh Prof. Dr. A.J. Bernet Kempers.
Tahun 1951, nama kantor dari Jawatan Purbakala diganti menjadi Dinas
Purbakala dibawah pimpinan putra Indonesia bernama Drs. R. Soekmono. Di bawah Dinas
Purbakala ini muncul Lembaga Peninggalan Purbakala Nasional (LPPN) dan tahun
1975 struktur organisasi LPPN dipecah menjadi dua instansi, yaitu Pusat
Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional (Pus.P3N) dan Direktorat Sejarah
dan Purbakala (DSP). Tugas DSP adalah melakukan pelindungan benda-benda
peninggalan Sejarah dan Purbakala dibawah pimpinan pertama kali Drs. Uka
Tjandrasasmita.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No.200/O/1978, pada bulan Juni 1978 lahirlah
Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala sebagai Pelaksana Teknis di Lingkungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang bertanggung jawab kepada Direktur
Jenderal Kebudayaan. Selama perjalanan waktu upaya pelindungan benda purbakala
maka terbitlah Undang-Undang RI no.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan
PP RI No. 10 tahun 1993 tentang pelaksanaan UU RI No.5 tahun 1992.
Undang-undang ini dikeluarkan untuk menggantikan Monumenten Ordonantie
Staatsblad No. 238 tahun 1931.
Tanggal 21 Agustus 2002, berdasarkan SK Kepala Badan Pengembangan
Kebudayaan dan Pariwisata No.KEP-06/BP Budpar/2002, nama Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala mulai dipakai menggantikan Suaka Peninggalan Sejarah dan
Purbakala. Kemudian sejalan dengan lahirnya Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2010
tentang Cagar Budaya pengganti Undang – Undang RI No. 5 Tahun 1992 tentang
Benda Cagar Budaya, maka sejak tahun 2012 nama Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala berubah menjadi Balai Pelestarian Cagar Budaya dibawah Direktorat
Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tugas pokok dan fungsi Balai Pelestarian
Cagar Budaya menangani masalah kepurbakalaan yang lebih luas yaitu pelestarian,
pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya.
Hari Purbakala yang kemudian diperingati setiap tanggal 14 Juni
ini didasarkan pada terbentuknya institusi formal yang menangani masalah
kepurbakalaan pada masa pemerintahan Kolonial Belanda yang bernama "Oudheidkundige
Dienst in Nederlandsch-Indie" pada tanggal 14 Juni 1913.
Langganan:
Postingan (Atom)